Penelitian-penelitian yang telah dihasilkan terdiri dari enam bidang, yaitu bahaya Merapi, tanggap darurat, menghidupkan kembali masyarakat sekitar Puncak Merapi, tata ruang kawasan Merapi, dan persiapan untuk menghadapi erupsi selanjutnya.
Erupsi Merapi yang terakhir mengungkap sejumlah pengetahuan baru. Erupsi tersebut salah satunya melengkapi dokumentasi periodisasi 100 tahunan erupsi Merapi yang mempunyai pola berbeda dari erupsi empat tahunan.
Demikian diungkapkan Ketua Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada (UGM) Junun Sartohadi di sela-sela Lokakarya Tanggap Bencana Merapi yang diselenggarakan oleh UGM di Yogyakarta, Rabu (22/12/2010). Menurutnya, selama ini pola erupsi 100 tahunan tersebut belum mempunyai bukti konkret dan baru sekarang bisa diamati secara rinci oleh para ahli.
Secara kultur, kata Junun, erupsi Merapi yang diperkirakan terbesar selama 100 tahun terakhir itu juga menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat setempat perlu selalu diseimbangkan dengan pengetahuan ilmiah. Selama ini, masyarakat Puncak Merapi sangat berpegang pada keyakinan itu.
"Tapi, erupsi tahun ini menyadarkan bahwa keyakinan tumbuh dari pengalaman masyarakat dan masih perlu diadaptasi dengan pengetahuan ilmiah," ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono mengatakan, Gunung Merapi mempunyai potensi sebagai laboratorium alam. Berbagai penelitian masih tersimpan dari alam dan kehidupan masyarakat di sekitar Puncak Merapi. Perguruan tinggi di sekitarnya perlu segera menggali potensi tersebut sebelum didahului negara lain.
Diberitakan sebelumnya, erupsi Merapi menjadi sumber inspirasi penelitian dan pengetahuan baru. Setidaknya 15 penelitian terkait erupsi Merapi terakhir telah dihasilkan oleh sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada.
Ketua Pusat Studi Bencana Alam UGM Junun Sartohadi mengatakan, penelitian-penelitian yang telah dihasilkan terdiri dari enam bidang, yaitu bahaya Merapi, tanggap darurat, menghidupkan kembali masyarakat sekitar Puncak Merapi, tata ruang kawasan Merapi, dan persiapan untuk menghadapi erupsi selanjutnya.
"Penelitian-penelitian ini awalnya dari penelitian pribadi rekan-rekan di UGM yang kemudian disatukan dalam satu forum agar bisa saling melengkapi," katanya di sela-sela Lokakarya Tanggap Bencana Merapi yang diselenggarakan oleh UGM di Yogyakarta, Rabu (22/12/2010).
Adapun lokakarya tersebut berlangsung 21-22 Desember. Rencananya, hasil lokakarya tersebut akan disampaikan kepada pemerintah pusat sebagai masukan untuk perencanaan di daerah Merapi ke depan.
Erupsi tahun ini menyadarkan bahwa keyakinan tumbuh dari pengalaman masyarakat dan masih perlu diadaptasi dengan pengetahuan ilmiah.
-- Junun Sartohadi
Secara kultur, kata Junun, erupsi Merapi yang diperkirakan terbesar selama 100 tahun terakhir itu juga menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat setempat perlu selalu diseimbangkan dengan pengetahuan ilmiah. Selama ini, masyarakat Puncak Merapi sangat berpegang pada keyakinan itu.
"Tapi, erupsi tahun ini menyadarkan bahwa keyakinan tumbuh dari pengalaman masyarakat dan masih perlu diadaptasi dengan pengetahuan ilmiah," ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono mengatakan, Gunung Merapi mempunyai potensi sebagai laboratorium alam. Berbagai penelitian masih tersimpan dari alam dan kehidupan masyarakat di sekitar Puncak Merapi. Perguruan tinggi di sekitarnya perlu segera menggali potensi tersebut sebelum didahului negara lain.
Diberitakan sebelumnya, erupsi Merapi menjadi sumber inspirasi penelitian dan pengetahuan baru. Setidaknya 15 penelitian terkait erupsi Merapi terakhir telah dihasilkan oleh sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada.
Ketua Pusat Studi Bencana Alam UGM Junun Sartohadi mengatakan, penelitian-penelitian yang telah dihasilkan terdiri dari enam bidang, yaitu bahaya Merapi, tanggap darurat, menghidupkan kembali masyarakat sekitar Puncak Merapi, tata ruang kawasan Merapi, dan persiapan untuk menghadapi erupsi selanjutnya.
"Penelitian-penelitian ini awalnya dari penelitian pribadi rekan-rekan di UGM yang kemudian disatukan dalam satu forum agar bisa saling melengkapi," katanya di sela-sela Lokakarya Tanggap Bencana Merapi yang diselenggarakan oleh UGM di Yogyakarta, Rabu (22/12/2010).
Adapun lokakarya tersebut berlangsung 21-22 Desember. Rencananya, hasil lokakarya tersebut akan disampaikan kepada pemerintah pusat sebagai masukan untuk perencanaan di daerah Merapi ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar